Perencanaan pembangunan sebagai
suatu proses perumusan alternatif-alternatif yang didasarkan pada data dan fakta
yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian
kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun
nonfisik (mental spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik dengan
memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus
memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tapi tetap berpegang pada
azas prioritas (Riyadi & Deddy Supriady B. (2005: 7)). Langkah awal yang harus dilakukan dalam sistem
perencanaan pembangunan adalah melengkapi setiap tahapan perencanaan dengan
data yang akurat. Akurat berarti valid, yaitu data tersebut benar-benar
mengukur dengan sebenarnya apa yang harus diukur. Data yang akurat tidak hanya
diartikan dari sisi pengadaannya, melainkan juga dari sisi penyajiannya, yaitu
bagaimana data tersebut ditampilkan. Dengan demikian maka tampilan data yang
akurat dan terstruktur itu dapat dengan mudah digunakan sebagai landasan
penyusunan perencanaan daerah yang baik (Bapennas, 2013).
Dalam penyediaan pelayanan publik, teknologi
informasi yang berkembang saat ini telah banyak digunakan dan diterapkan di
berbagai daerah. Kombinasi antara konsep new
public management dengan teknologi informasi telah menciptakan konsep
aplikasi pemerintahan digital atau lebih dikenal sebagai e-government. E-Government merupakan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan
masyarakat dan stakeholders melalui
pemanfaatan teknologi IT dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang
melibatkan penggunaan teknologi informasi dengan tujuan memperbaiki kualitas
pelayanan publik (Indrajid, 2002).
Dalam
memperbaiki pelayanan publik berbasis teknologi, pemerintah daerah Yogyakarta
mulai membangun dan mengembangkan pelayanan berbasis e-government sejak tahun 2010 yaitu Jogjaplan. Jogjaplan merupakan sebuah
alat bantu yang mengawal Bappeda dalam menjaga proses perencanaan pembangunan,
membuat perencanaan sesuai dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 dan UU Nomor
23 Tahun 2014. Jogjaplan sebagai sistem dibangun dengan harapan sebagai
inovasi pelayanan publik untuk mengubah proses perencanaan yang sulit, lambat,
mahal, tertutup, shopping list menjadi lebih mudah, cepat, murah, transparan,
dan working plan.
Pemerintah
yang dapat menghadirkan pelayanan memuaskan tentunya menjadi harapan seluruh
masyarakat. Sehingga aparatur dituntut untuk inovatif dan dapat mengikuti
perkembangan zaman (keluar dari status quo) agar dianggap kompeten dan sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Salah satu penyebab buruknya kinerja pelayanan
publik antara lain belum terlaksananya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
pelayanan publik. Akuntabilitas salah satunya dapat dilihat sebagai faktor
pendorong yang menimbulkan tekanan kepada faktor-faktor terkait untuk
bertanggungjawab atas pelayanan publik dan jaminan adanya kinerja pelayanan
publik yang baik. Oleh karena itu,
pekerjaan yang dihasilkan harus bersifat transparan dan akuntabel sebab
kualitas kinerja dalam pelayanan publik memiliki implikasi yang besar dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Bealey (2000), pelayanan dapat dikatakan
akuntabel apabila penyelenggara pelayanan berada dalam posisi sebagai pelayan
dan mampu menjelaskan apa yang telah dikerjakan. Disamping itu, akuntabilitas
sebagai salah satu unsur penting dari demokrasi.
Akuntabilitas pelayanan publik dalam
konteks ini adalah Jogjaplan, memerlukan acuan pelayanan yang digunakan oleh birokrat
dalam prosesnya. Acuan yang dimaksud adalah berupa peraturan perundang-undangan
sehingga dalam pelaksanaannya aparatur juga dapat berpacu pada undang-undang
tersebut dan tidak merugikan pihak manapun. Jogjaplan dibangun manajemen dan
otoritasnya berdasar level user-nya, dan dengan referensi berdasar
Skema Cascading RPJMD secara top down kepada SKPD agar terjadi
sinkronisasi dan sinergi dalam perencanaan. Serta diupayakan tetap user
friendly, terbuka, partisipatif dan mudah diakses dari alat bantu apa
saja (smartphone/ komputer). Dalam laman Jogjaplan, masyarakat disediakan menu
untuk memantau Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum
Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS). Selain memantau
anggaran dan mengawasi penggunaannya, masyarakat juga bisa mengajukan usulan
program melalui website ini.
Secara
teknis sistem Jogjaplan didesain kecil, ramping, ringan dan mudah diakses. Namun
hingga kini, pemanfaatan website Jogjaplan belum maksimal. Salah satu penyebab
belum maksimalnya pemanfaatan Jogjaplan adalah kurangnya sosialisasi kepada
masyarakat. Hal ini berujung pada kenyataan bahwa pihak-pihak yang mengakses
website ini terbatas pada kalangan tertentu saja. Padahal Pemda DI YOGYAKARTA
berharap bahwa masyarakat bisa turut serta berperan dalam menyusun rencana
alokasi dana istimewa lewat usulan program, yang bahkan, bisa menyasar sampai tingkat
desa dan dusun. Selain itu, untuk dapat mengakses website Jogjaplan harus
menggunakan jaringan internet dan alat elektronik seperti komputer, laptop, hp,
ataupun tablet. Namun, berdasarkan data statistik Kominfo (2013) pengguna
internet di DI Yogyakarta masih berada di peringkat ke-19 (164.000 jiwa) dari
42 kota yang terdaftar. Hal tersebut juga didukung oleh keluhan masyarakat yang
sering menganggap bahwa program keistimewaan tidak sampai ke level desa dan
dusun karena masyarakat di desa belum teredukasi dengan penggunaan website.
Berdasarkan
paparan sebelumnya, apabila dilihat dari segi akuntabilitas pelayanan publik,
Jogjaplan sudah menjadi acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi
dalam proses penyelenggaraannya serta telah menjadi prioritas bagi Bappeda
untuk merancang perencanaan pembagunan DI YOGYAKARTA. Namun, dalam
pelaksanaannya, Jogjaplan belum mencakup untuk seluruh masyarakat DI YOGYAKARTA
karena keterbatasan akses yang dimiliki masyarakat yang tinggal di daerah
terpencil di DI YOGYAKARTA. Pelaksanaan
Jogjaplan diharapkan menjadi salah satu pelayanan publik yang akuntabel dan inovatif
di DI YOGYAKARTA. Untuk itu, agar Jogjaplan tetap menjadi sarana bagi Bappeda
dalam sistem perencanaan pembangunan, aplikasi Jogjaplan seiring berjalannya
waktu harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Selain itu, pemerintah
seharusnya juga membuat sarana inovasi lain yang serupa dengan Jogjaplan untuk
masyarakat DI YOGYAKARTA yang berada di pedesaan. Serta masyarakat yang
dianggap tidak dapat mengakses Jogjaplan secara mandiri seharusnya di edukasi
dan sosialisasi terhadap pelayanan publik yang difasilitasi oleh Bappeda DI
YOGYAKARTA.
Referensi
Bealey, Frank. 2000. Dictionary of Political Science. Oxford:
Blackwell Publisher ltd.
Bapennas. 2013. Perencanaan Pembangunan. (https://www.bappenas.go.id/files/2013/5229/9917).
Diakses pada 24 Oktober 2017 pukul 19.52.
Indrajit, Richardus E. 2002. Electronic Government. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Kominfo. 2013. Jumlah Pengguna Internet Berdasarkan Kota Di
Indonesia Tahun 2013. (https://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=326&iddoc=1186).
Diakses pada 25 Oktober 2017 pukul 21.31.
Riyadi & Supriadi B.,
Deddy. 2005. Perencanaan Pembangunan
Daerah, Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Comments